Nadiem Panen Dukungan Soal Permendikbud Kekerasan Seksual
Menteri Pengajaran, Kebudayaan, Penelitian, dan Tehnologi Nadiem Makarim menerangkan dasar pemikiran dibikinnya Ketentuan Menteri Pengajaran, Kebudayaan, Penelitian, dan Tehnologi Nomor 30 Tahun 2021 mengenai Penangkalan dan Pengatasan Kekerasan Seksual (Permen PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi atau umum disebutkan Permendikbud 30.
Nadiem mengatakan Indonesia belum mempunyai ketentuan perundangan yang bisa tangani persoalan kekerasan seksual di cakupan universitas. Maka dari itu, dia mengatakan Permendikbud 30 atau PPKS dibikin untuk isi kekosongan dasar hukum yang membuat perlindungan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Masalahnya ketentuan yang ada di sekarang ini cuma meliputi pelindungan kekerasan seksual dari beberapa kondisi tertentu. Dia memberikan contoh UU Pelindungan Anak cuma membuat perlindungan untuk anak di bawah 18 tahun. Lantas UU PKDRT yang mengarah cakupan rumah tangga.
“Kita punyai UU TPPO, tetapi itu cuma (menolong korban) yang (terlilit) dalam sindikat perdagangan manusia,” tutur Nadiem dalam dialog online pada Jumat, 12 November 2021.
Menambah Kekebalan Badan Lanjut usia dengan Vaksin Pneumonia
Dengan demikian, menurut Nadiem, masih ada kekosongan pelindungan untuk korban kekerasan seksual, khususnya untuk yang berumur di atas 18 tahun, belum atau mungkin tidak menikah, dan tidak terlilit dalam sindikat perdagangan manusia. “Dan universitas ini masuk ke kotak ini,” sambungnya.
Di lain sisi, Nadiem menjelaskan ada banyak kebatasan pengatasan kasus kekerasan seksual dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kebatasan itu adalah tidak memberikan fasilitas identitas korban, tidak mengenal kekerasan berbasiskan online atau verbal, dan cuma mengenal wujud kekerasan seksual berbentuk pemerkosaan dan pencabulan.
Walau sebenarnya, Nadiem berbicara, sivitas akademisa dan tenaga pengajaran mempunyai bentang umur yang aktif sebagai pemakai sosial media dan basis digital. Ditambahkan lagi, perkuliahan di saat wabah Covid-19 banyak juga dilaksanakan lewat cara online.
Maka dari itu, dia mengutamakan imbas selanjutnya yang dirasakan untuk korban kekerasan seksual online. “Trauma yang ditemui dengan kekerasan seksual secara digital itu bahkan juga sama efeknya secara psikis. Bahkan juga karena dilihat semuanya orang, rekan-rekan, dan keluarga, trauma psikisnya dapat semakin kronis,” tutur Nadiem.
“Maka ini harus kita masukan dan konsiderasi jika saat ini dengan dunia tehnologi, beberapa bentuk kekerasan seksual yang verbal, non-fisik, dan digital harus juga diatasi selekasnya,” tutur Nadiem Makarim.